Pada Suatu hari Di sebuah hutan ada Seekor Buaya dan Burung Penyanyi
bersahabat akrab. Hari ini mereka asyik bercakap. Burung Penyanyi bertengger di
hidung Buaya. Namun beberapa saat kemudian, Buaya merasa mengantuk. Ia menguap
dan membuka mulutnya lebar-lebar. Oh, Burung Penyanyi yang bertengger di hidung
Buaya terpeleset masuk ke dalam mulut Buaya. Sayangnya, Buaya tidak tahu. Ia
bingung mencari Burung Penyanyi yang kini tak ada lagi di hidungnya.
“Aneh! Ke mana Burung Penyanyi?”
gumam Buaya. “Ia pasti sedang mengajakku bercanda,” Buaya melihat ke belakang,
ke ekornya. Namun burung itu tidak ada. Buaya lalu mencari Burung Penyanyi di
semak-semak. Ia memasukkan moncongnya ke semak-semak di tepi sungai. Namun Burung
Penyanyi tetap tidak ditemukannya. “Ke mana ia?” gumam Buaya kembali.
Buaya akhirnya memejamkan mata
untuk tidur. Tapi tiba-tiba terdengar senandung merdu yang keluar dari dalam
dirinya. “Oh!” serunya heran. Matanya terbuka lebar. “Selama hidup, baru kali
ini aku dapat bernyanyi. Wow, aku akan mengajak Burung Penyanyi sahabatku untuk
bernyanyi bersama. Pasti akan sangat menyenangkan!”
Buaya kemudian asyik mendengarkan
senandung yang keluar dari dalam dirinya. Setelah beberapa lama ia merasa
lelah. Ia lalu membuka mulutnya, dan menguap lebar-lebar. Ketika akan menutup
matanya, matanya melihat satu makhluk bertengger di hidungnya. Makhluk itu
kelihatan sangat marah. Dia si Burung Penyanyi. “Kau jahat!” omel burung itu.
“Mengapa kau tidak memberi tahu kalau ingin membuka mulut? Aku terjatuh ke
dalam mulutmu, tahu? Menyebalkan!”
Buaya mengernyitkan dahi. “Jadi,”
katanya, “Senandung yang terdengar dari dalam diriku itu suara senandungmu?
Bukan senandungku?”
“Ya!” jawab Burung Penyanyi.
Ekornya digoyang-goyangkan. “Kau kan tahu, kau tidak bisa bernyanyi sama
sekali! Suaramu sangat sumbang! Tak enak didengar!”
Buaya sangat sedih mendengar
perkataan itu. Airmatanya menetes. “Aku pikir senandung itu suaraku,” katanya
pilu. “Kau tahu, aku ingin sekali bisa bernyanyi. Dan tadi kupikir aku sudah
bisa menyanyi. Ternyata? Oh, betapa malangnya aku yang bersuara buruk!”
Burung Penyanyi merasa iba. Ia
segera mencari cara untuk menghibur sahabatnya itu. “Teman, bagaimana kalau kau
membuat gelembung-gelembung air dan aku bersenandung? Kita lakukan bersamaan.
Suara yang terdengar pasti sangat enak didengar.”
Buaya setuju. Ia lalu memasukkan
moncongnya ke dalam air dan membuat gelembung-gelembung. Burung Penyanyi
bernyanyi. Suara nyanyiannya sangat pas dengan suara gelembung-gelembung air
yang dibuat Buaya. Buaya senang sekali. Dan sejak itu mereka berdua selalu
melakukan hal itu setiap hari.
Pesan Moral : Hormatilah Kekurangan
Teman, Dan Saling Mendukung Menghasilkan Kenyamanan