Pada zaman dahulu kala, di
sebuah pulau bernama Buyan, tinggalah sepasang kakek dan nenek yang sangat
miskin. Mata pencaharian si kakek adalah mencari ikan di laut. Meski hampir
setiap hari kakek pergi menjala ikan, namun hasil yang didapat hanya cukup
untuk makan sehari-hari saja. Suatu hari ketika si kakek sedang menjala ikan,
tiba-tiba jalanya terasa sangat berat. Seperti ada ikan raksasa yang
terperangkap di dalamnya.
“Ah, pasti ikan yang
sangat besar,” pikir si kakek.
Dengan sekuat tenaga si
kakek menarik jalanya. Namun ternyata tidak ada apapun kecuali seekor ikan
kecil yang tersangkut di jalanya. Rupanya ikan kecil itu bukan ikan biasa,
badannya berkilau seperti emas dan bisa berbicara seperti layaknya manusia.
“Kakek, tolong lepaskan
aku. Aku akan mengabulkan semua permintaanmu!” kata si ikan emas.
Si kakek berpikir sejenak,
lalu katanya, “aku tidak memerlukan apapun darimu, tapi aku akan melepaskanmu.
Pergilah!”.
Kakek melepaskan ikan emas
itu kembali ke laut, lalu dia pun kembali pulang. Sesampainya di rumah, nenek
menanyakan hasil tangkapan kakek.
“Hari ini aku hanya
mendapatkan satu ekor ikan emas, dan itupun sudah aku lepas kembali,” kata
kakek, “aku yakin kalau itu adalah ikan ajaib, karena dia bisa berbicara.
Katanya dia akan memberiku imbalan jika aku mau melepaskannya.”
“Lalu apa yang kau minta,”
tanya nenek.
“Tidak ada,” kata kakek.
“Oh, alangkah bodohnya!”
seru nenek. “Setidaknya kau bisa meminta roti untuk kita makan. Pergilah dan
minta padanya!” Maka dengan segan kakek kembali ke tepi pantai dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib,
datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!
Tiba-tiba si ikan emas
muncul di permukaan laut. “Apa yang kau inginkan, kek?” katanya.
“Istriku marah padaku,
berikan aku roti untuk makan malam, maka dia akan memaafkanku!” pinta si kakek.
“Pulanglah! Aku telah
mengirimkan roti yang banyak ke rumahmu.” kata si ikan.
Maka pulanglah si kakek.
Setibanya di rumah, didapatinya meja makan telah penuh dengan roti.
Tapi istrinya masih tampak
marah padanya, katanya:
“Kita telah punya banyak
roti, tapi wastafel kita rusak, aku tidak bisa mencuci piring. Pergilah kembali
ke laut, dan mintalah ikan ajaib memberikan kita wastafel yang baru!” kata
nenek.
Terpaksa si kakek kembali
ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah
kemari...
Kabulkan keinginan kami!
“ups!” ikan emas muncul,
“Apa lagi yang kau inginkan, kek?”
“Nenek menyuruhku
memintamu agar memberikan kami wastafel yang baru,” pinta kakek.
“Baiklah,” kata ikan. “Kau
boleh memiliki wastafel baru juga.”
Si kakek pun kembali
pulang. Belum lagi menginjak halaman, si nenek sudah menghadangnya. “Pergilah
lagi! Mintalah pada si ikan emas untuk membuatkan kita sebuah rumah baru. Kta
tidak bisa tinggal di sini terus, rumah ini sudah hampir roboh.”
Maka si kakek pun kembali
ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib,
datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!
Dalam sekejap ikan emas
itu muncul di hadapan si kakek, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?”
“Buatkanlah kami rumah
baru!” pinta kakek, “istriku sangat marah, dia tidak ingin tinggal di rumah
kami yang lama karena rumah itu sudah hampir roboh.”
“Tenanglah kek! Pulanglah!
Keinginanmu sudah kukabulkan.”
Kakek pun pulang.
Sesampainya di rumah, dilihatnya bahwa rumahnya telah menjadi baru. Rumah yang
indah dan terbuat dari kayu yang kuat. Dan di depan pintu rumah itu, nenek
sedang menunggunya dengan wajah yang tampak jauh lebih marah dari sebelumnya.
“Dasar kakek bodoh! Jangan
kira aku akan merasa puas hanya dengan membuatkanku rumah baru ini. Pergilah
kembali, dan mintalah pada ikan emas itu bahwa aku tidak mau menjadi istri
nelayan. Aku ingin menjadi nyonya bangsawan. Sehingga orang lain akan menuruti
keinginanku dan menghormatiku!”
Untuk kesekian kalinya, si
kakek kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib,
datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!
Dalam sekejap ikan emas
itu muncul di hadapan si kakek, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?”
“Istriku tidak bisa
membuatku tenang. Dia bahkan semakin marah. Katanya dia sudah lelah menjadi
istri nelayan dan ingin menjadi nyonya bangsawan” pinta kakek
“Baiklah. Pulanglah!
Keinginanmu sudah dikabulkan!” kata ikan emas.
Alangkah terkejutnya si
kakek ketika kembali ternyata kini rumahnya telah berubah menjadi sebuah rumah
yang megah. Terbuat dari batu yang kuat, tiga lantai tingginya, dengan banyak
sekali pelayan di dalamnya. Si kakek melihat istrinya sedang duduk di sebuah
kursi tinggi sibuk memberi perintah kepada para pelayan.
“halo istriku,” sapa si
kakek.
“Betapa tidak sopannya,”
kata si nenek. “Berani sekali kau mengaku sebagai suamiku. Pelayan! Bawa dia ke
gudang dan beri dia 40 cambukan!”
Segera saja beberapa
pelayan menyeret si kakek ke gudang dan mencambuknya sampai si kakek hampir
tidak bisa berdiri. Hari berikutnya istrinya memerintahkan kakek untuk bekerja
sebagai tukang kebun. Tugasnya adalah menyapu halaman dan merawat kebun. “Dasar
perempuan jahat!” pikir si kakek. “Aku sudah memberikan dia keberuntungan tapi
dia bahkan tidak mau mengakuiku sebagai suaminya.”
Lama kelamaan si nenek
bosan menjadi nyonya bangsawan, maka dia kembali memanggil si kakek: “Hai
lelaki tua, pergilah kembali kepada ikan emasmu dan katakan ini padanya: aku
tidak mau lagi menjadi nyonya bangsawan, aku mau menjadi ratu.”
Maka kembalilah si kakek
ke tepi laut dan berseru”
Wahai ikan emas ajaib,
datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!
Dalam sekejap ikan emas
itu muncul di hadapan si kakek, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?”
“Istriku semakin
keterlaluan. Dia tidak ingin lagi menjadi nyonya bangsawan, tapi ingin menjadi
ratu.”
“Baiklah. Pulanglah!
Keinginanmu sudah dikabulkan!” kata ikan emas.
Sesampainya kakek di
tempat dulu rumahnya berdiri, kini tampak olehnya sebuah istana beratap emas
dengan para penjaga berlalu lalang. Istrinya yang kini berpakainan layaknya seorang
ratu berdiri di balkon dikelilingi para jendral dan gubernur. Dan begitu dia
mengangkat tangannya, drum akan berbunyi diiringi musik dan para tentara akan
bersorak sorai.
Setelah sekian lama, si
nenek kembali bosan menjadi seorang ratu. Maka dia memerintahkan para jendral
untuk menemukan si kakek dan membawanya ke hadapannya. Seluruh istana sibuk
mencari si kakek. Akhirnya mereka menemukan kakek di kebun dan membawanya
menghadap ratu.
“Dengar lelaki tua! Kau
harus pergi menemui ikan emasmu! Katakan padanya bahwa aku tidak mau lagi
menjadi ratu. Aku mau menjadi dewi laut sehingga semua laut dan ikan-ikan di
seluruh dunia menuruti perintahku.”
Kakek terkejut mendengar
permintaan istrinya, dia mencoba menolaknya. Tapi apa daya nyawanya adalah
taruhannya, maka dia terpaksa kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib,
datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!
Kali ini si ikan emas tidak
muncul di hadapannya. Kakek mencoba memanggil lagi, namun si ikan emas tetap
tidak mau muncul di hadapannya. Dia mencoba memanggil untuk ketiga kalinya.
Tiba-tiba laut mulai bergolak dan bergemuruh. Dan ketika mulai mereda muncullah
si ikan emas, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?”
“Istriku benar-benar telah
menjadi gila,” kata kakek. “Dia tidak mau lagi menjadi ratu tapi ingin menjadi
dewi laut yang bisa mengatur lautan dan memerintah semua ikan.”
Si ikan emas terdiam dan
tanpa mengatakan apapun dia kembali menghilang ke dalam laut. Si kakek pun
terpaksa kembali pulang. Dia hampir tidak percaya pada penglihatannya ketika
menyadari bahwa istana yang megah dan semua isinya telah hilang. Kini di tempat
itu, berdiri sebuah gubuk reot yang dulu ditinggalinya. Dan di dalamnya
duduklah si nenek dengan pakaiannya yang compang-camping. Mereka kembali hidup
seperti dulu. Kakek kembali melaut. Namun seberapa kerasnya pun kakek bekerja,
hasil yang didapat hanya cukup untuk makan sehari-hari saja.
Pesan Moral : Janganlah Menjadi Orang
Yang Tamak dan Haus Kekuasaan, Hiduplah Dengan Penuh Syukur dengan apa yang
kita miliki.