Dahulu kala hiduplah seorang petani yang
miskin. Ia tinggal di sebuah dusun yang terletak di lereng sebuah gunung yang
tinggi. Petani itu mempunyai seorang puteri yang bernama Nita. Istrinya telah lama meninggal. Nita adalah
seorang gadis yang rajin dan pemberani. Ia sangat menyayangi ayahnya.
Suatu hari ketika Nita memasak di dapur, seekor katak
melompat-lompat masuk. Katak itu duduk dekat kakinya. Tiba-tiba katak itu
berkata, “Nita berikanlah
aku nasi sedikit. Perutku lapat sekali”. Nita sangat terkejut mendengar katak itu dapat
berbicara. Tapi karena ia seorang gadis yang pemberani, maka diberikannya nasi
sedikit pada katak itu. Dengan lahapnya katak itu memakan nasi pemberiannya.
Katak itu kembali berkata, “terima kasih Nita! Sekarang biarkanlah aku tinggal di pojok dapurmu. Aku tak
mempunyai keluarga, dan lagi pula aku senang tinggal di dekatmu.”
Nita tidak mengusir katak itu. Ia pun merasa kesepian, katak itu
dapat dijadikan teman bicaranya. Setiap hari Nita masak, disisakannya sedikit untuk katak
itu. Tak seorang pun tahu tentang si katak. Ayahnya pun tak tahu. Karena tak
bergerak-gerak maka tumbuhlah katak itu menjadi besar sekali. Bila orang
melihat akan disangkanya katak itu seekor anjing.
Suatu ketika ayah Nita jatuh sakit. Badannya semakin kurus,
mukanya pucat Nita berusaha keras untuk menyembuhkan ayahnya, tapi ia tak
berhasil. Ada seorang tabib yang tinggal jauh sekali dari dusun mereka. Karena Nita sangat
menyayangi ayahnya, ia pergi juga menjemput tabib itu. Setelah memeriksanya,
tabib itu berkata, “Nita,
ayahmu sakit keras. Aku tak kuasa menyembuhkannya. Ada sebuah obat yang dapat
menyembuhkan yaitu Ginseng. Tapi obat itu mahal sekali.”
Bok Sury merasa sedih sekali mendengar keterangan tabib.
Ia tak punya uang dan tak dapat meninggalkan ayahnya untuk bekerja.
Sementara itu, di sebuah dusun di lereng gunung yang
sama, rakyat sedang gelisah. Di sana terdapat istana tua yang dihuni oleh
mahluk raksasa. Setiap tahun rakyat harus mengorbankan seorang manusia. Orang
yang dijadikan mangsa itu diletakkan di atas sebuah altar di dalam istana.
Bila keesokan harinya rakyat melihat orang itu sudah
tidak ada, maka itu tandanya mereka akan selamat dari amukan mahluk raksasa
selama setahun. Sudah banyak yang menjadi korban. Sekarang rakyat sedang
kebingungan. Mereka tidak mempunyai korban buat si mahluk raksasa. Akhirnya
rakyat mengumpulkan uang. Uang yang banyak itu akan diberikan kepada siapa saja
yang mau dijadikan korban.
Nita mendengar sayembara itu. Segera diputuskannya untuk menjadikan
dirinya korban buat si mahluk raksasa. Ia pergi ke dusun itu dan mendapatkan
uang. Dengan uang yang banyak, Nita pergi membeli ginseng.
Betapa sukacitanya, ia ketika dilihatnya ayah tercinta
berangsur-angsur sembuh. Bahkan dalam waktu beberapa hari saja ayahnya dapat
berdiri dan berjalan. Tapi kegembiraan Nita tak dapat berlangsung lama. Hari yang
ditentukan tiba juga. Nita masak agak banyak untuk ayahnya. Kepada ayahnya ia berkata,
“Ayah, aku akan bertandang ke rumah teman, mungkin agak lama. Ayah makanlah
dahulu, sudah kusiapkan.”
Ayah Nita tak menaruh curiga, karena Nita sering pergi untuk menolong salah satu
tetangganya. Nita teringat
pada kataknya. Ia pergi ke dapur, ternyata sang katak sudah mengetahui rencana Nita. Katak itu menangis. Nita dengan
lemah lembut membelai kepala katak itu sambil berkata, “Wahai sahabatku yang
setia. Hari ini adalah hari terakhir kita bercakap-cakap. Jangan sedih, dan jagalah
dirimu baik-baik.”
Nita sesampainya di dusun tempat mahluk raksasa itu berada, langsung
dibawa ke istana tua. Ia diletakkan di atas altar persembahan. Suasana sunyi
untuk beberapa saat. Nita memperhatikan keadaan disekelilingnya. Tiba-tiba dilihatnya
katak yang dipeliharanya duduk di pojok ruangan. Katak itu memandangnya dengan
bola mata yang bersinar-sinar. Tiba-tiba katak itu membuka mulutnya. Dari
mulutnya keluar segulung asap berwarna kuning. Asap itu naik ke atas. Tiba-tiba
dari atap rumah keluar segulung asap berwarna biru. Asap kuning dari sang katak
berusaha menekan asap biru tadi. Terjadi dorong-mendorong antara kedua asap
itu. Tapi lihat.. asap kuning itu akhirnya berhasil menggulung asap biru itu.
Bersamaan dengan itu bumi seakan bergetar.
Keesokan harinya orang-orang mendatangi istana. Mereka
mendapatkan Nita pingsan di dekat bangkai seekor katak raksasa. Nita selamat dan dapat
kembali ke ayahnya. Ia dianugrahkan uang dan benda-benda berharga lainnya oleh
penduduk dusun yang berhasil dibebaskan dari mahluk raksasa.
Nita membawa pulang bangkai raksasa itu. Ia menguburnya dengan
khidmat. Nita hidup
bahagia bersama ayahnya.
Pesan Moral : Perbuatan Baik , Akan Berbuah Baik Pula.
No comments
New comments are not allowed.